Ketika
Langit belum bermetamorfosis memancarkan sinarnya dari kegelapan, Rumah-rumah
penduduk masih nampak sunyi membungkam, layaknya bumi yang sedang tertidur
pulas,sunyi, sepi. Hanya kumpulan anjing yang berlalu lalang mencari pengisi
perut, sama seperti DIA. Sebut saja Dia dengan Tomo seorang pemulung yang
sangat akrab dengan tong-tong sampah para penduduk di Desa Samalewa. Setiap
harinya sebelum terbit fajar dengan karung seadanya, Tomo menapaki jalan-jalan
yang sunyi dengan penuh harapan. Harapan
agar hari ini dia bisa mendapat rezeky dari apa yang orang lain bilang itu
Sampah. Dia mengais satu persatu tong sampah dari rumah kerumah, memilah milah
tumpukan yang layak untuk dijadikan uang. Meski kadang tak banyak yang bisa ia bawa
pulang. Alunan suara ayam kini mulai menggema, menandakan Tomo sudah harus
pulang dengan cepat membawa hasil jeri payahnya kerumah.
Sesampainya
di rumah Tomo meletakkan karung sampahnya di tepian kursi pojok rumahnya. Dia berlari
menuju kamar mandi seadanya yang terbuat dari anyaman bambu. Tak lama kemudian
dia keluar mengeringkan badannya dan memakai seragam yang Ia bangga-banggakan.
Nampak pada kantong seragamnya ada Badge OSIS, Yah Tomo adalah seorang siswa
SMK. Ia saat ini sedang mengenyam pendidikan di SMK Negeri 1 Bungoro, sekolah
idaman di kampung Tomo. Tomo sangat bersyukur bisa masuk ke SMK Negeri 1
Bungoro, di karenan SMK Negeri 1 Bungoro adalah Sekolah yang berkualitas
tinggi. Tomo tak ingin menyianyiakan kesempatan yang ia dapatkan dengan susah
payah itu.
Setelah
lengkap mengenakan seragam sekolahnya, Tomo langsung menarik tas yang berada di
lantai tempat ia mengerjakan Pekerjaan Rumahnya ( PR ) semalam. Ia pun
melangkah menuju sebuah kamar yang sempit penuh dengan aroma minyak urut, di
sana nampak wanita paruh baya yang
sedang terbaring lemas dengan sarung batik sebagai selimut yang menghangatkan
tubuhnya.Dia adalah nenek Tomo yang bernama Sitti umurnya sudah 78 tahun,
Dialah yang mengasuh Tomo sejak bayi, di karenakan kedua orang tua Tomo sudah
meninggal dunia karena kecelakaan motor. Tomo dengan pelan memasuki kamar
neneknya, membuka pintu dengan sangat hati-hati, karena takut mangagetkan neneknya
yang sedang terbaring lemas. Dengan suara yang lemah lembut Tomo berpamitan
dengan neneknya.Sembari berpamitan Tomo meraih tangan neneknya untuk salim,
menandakan Ia akan berangkat ke sekolah.Dengan suara lirih, neneknya pun
mengiyakan dan meminta Tomo untuk berhati-hati.
Setelah
berpamitan Tomo pun keluar dari singgasana kecilnya dengan membawa karung hasil
kerja kerasnya tadi subuh, untuk di timbang
ke tukang loak yang berada di perempatan sekolahnya, Sesudah Tomo menerima
upah, beranjaklah Tomo ke sekolahnya
yang tak jauh dari tempat penimbangan sampah tadi.
Tak
hanya di lingkungan rumahnya, di sekolahpun Tomo membantu petugas kebersihan
seusai jam sekolah untuk mengumpulkan sampah yang nantinya akan di di bawa ke
Bank Sampah, Tomo juga mendapat upah dari kerja sampingannya di sekolah. Dia tidak
pernah merasa malu kepada teman-temannya yang melihat pekerjaannya di sekolah
itu, karena hanya inilah satu-satunya pekerjaan yang dapat Ia lakukan untuk
biaya sekolah, makan dan biaya obat neneknya. Menurut Tomo mengapa Ia harus
malu, bukankah ini pekerjaan yang halal, bukankah yang ku ambil ini sesuatu
yang sudah tak berharga untuk orang lain. Ini bukan sesuatu yang ku curi, bukan
sesuatu yang ku rampas. Beginilah caraku untuk bertahan hidup. Kata Tomo’
08 mei 2016