Saturday 7 May 2016

PANGLIMA SAMPAH BY ESA ANNISA


Ketika Langit  belum bermetamorfosis  memancarkan sinarnya dari kegelapan, Rumah-rumah penduduk masih nampak sunyi membungkam, layaknya bumi yang sedang tertidur pulas,sunyi, sepi. Hanya kumpulan anjing yang berlalu lalang mencari pengisi perut, sama seperti DIA. Sebut saja Dia dengan Tomo seorang pemulung yang sangat akrab dengan tong-tong sampah para penduduk di Desa Samalewa. Setiap harinya sebelum terbit fajar dengan karung seadanya, Tomo menapaki jalan-jalan yang  sunyi dengan penuh harapan. Harapan agar hari ini dia bisa mendapat rezeky dari apa yang orang lain bilang itu Sampah. Dia mengais satu persatu tong sampah dari rumah kerumah, memilah milah tumpukan yang layak untuk dijadikan uang. Meski kadang tak banyak yang bisa ia bawa pulang. Alunan suara ayam kini mulai menggema, menandakan Tomo sudah harus pulang dengan cepat membawa hasil jeri payahnya kerumah.
Sesampainya di rumah Tomo meletakkan karung sampahnya di tepian kursi pojok rumahnya. Dia berlari menuju kamar mandi seadanya yang terbuat dari anyaman bambu. Tak lama kemudian dia keluar mengeringkan badannya dan memakai seragam yang Ia bangga-banggakan. Nampak pada kantong seragamnya ada Badge OSIS, Yah Tomo adalah seorang siswa SMK. Ia saat ini sedang mengenyam pendidikan di SMK Negeri 1 Bungoro, sekolah idaman di kampung Tomo. Tomo sangat bersyukur bisa masuk ke SMK Negeri 1 Bungoro, di karenan SMK Negeri 1 Bungoro adalah Sekolah yang berkualitas tinggi. Tomo tak ingin menyianyiakan kesempatan yang ia dapatkan dengan susah payah itu.
Setelah lengkap mengenakan seragam sekolahnya, Tomo langsung menarik tas yang berada di lantai tempat ia mengerjakan Pekerjaan Rumahnya ( PR ) semalam. Ia pun melangkah menuju sebuah kamar yang sempit penuh dengan aroma minyak urut, di sana nampak  wanita paruh baya yang sedang terbaring lemas dengan sarung batik sebagai selimut yang menghangatkan tubuhnya.Dia adalah nenek Tomo yang bernama Sitti umurnya sudah 78 tahun, Dialah yang mengasuh Tomo sejak bayi, di karenakan kedua orang tua Tomo sudah meninggal dunia karena kecelakaan motor. Tomo dengan pelan memasuki kamar neneknya, membuka pintu dengan sangat hati-hati, karena takut mangagetkan neneknya yang sedang terbaring lemas. Dengan suara yang lemah lembut Tomo berpamitan dengan neneknya.Sembari berpamitan Tomo meraih tangan neneknya untuk salim, menandakan Ia akan berangkat ke sekolah.Dengan suara lirih, neneknya pun mengiyakan dan meminta Tomo untuk berhati-hati.
Setelah berpamitan Tomo pun keluar dari singgasana kecilnya dengan membawa karung hasil kerja kerasnya tadi subuh, untuk di timbang  ke tukang loak yang berada di perempatan sekolahnya, Sesudah Tomo menerima upah,  beranjaklah Tomo ke sekolahnya yang tak jauh dari tempat penimbangan sampah tadi.
Tak hanya di lingkungan rumahnya, di sekolahpun Tomo membantu petugas kebersihan seusai jam sekolah untuk mengumpulkan sampah yang nantinya akan di di bawa ke Bank Sampah, Tomo juga mendapat upah dari kerja sampingannya di sekolah. Dia tidak pernah merasa malu kepada teman-temannya yang melihat pekerjaannya di sekolah itu, karena hanya inilah satu-satunya pekerjaan yang dapat Ia lakukan untuk biaya sekolah, makan dan biaya obat neneknya. Menurut Tomo mengapa Ia harus malu, bukankah ini pekerjaan yang halal, bukankah yang ku ambil ini sesuatu yang sudah tak berharga untuk orang lain. Ini bukan sesuatu yang ku curi, bukan sesuatu yang ku rampas. Beginilah caraku untuk bertahan hidup. Kata Tomo’

 

   08 mei 2016